Sebuah
novel karangan Sibel Eraslan dari Istanbul Turki. Jika dibilang novel, tapi
lebih ke arah biografi. Jika dibilang biografi, bahasa dan perumpamaan
yang digunakan seperti novel. Novel yang menceritakan kisah perjalanan hidup
Ibunda Kota Mekah yang kedua, Khadijah Al-Kubra. Yang menarik dari novel ini
adalah penggambaran mimpi-mimpi Khadijah tentang baginda Rasulullah.
Di
sini diceritakan sebelum Khadijah bertemu Rasulullah, Khadijah sering bermimpi
sedang berjalan ke angkasa. Mulanya, dia mendapati bintang-bintang yang
bersinar bagaikan kilatan perhiasan di atas langit yang biru kelam. Saat dia
merasa seolah terbang dan terus berjalan di ketinggian udara, dia menyaksikan
gugusan planet-planet di angkasa. Dia pun berpikir untuk menembus gugusan
galaksi yang penuh dengan bintang-bintang itu. Terbang dan terus terbang ke
angkasa. Kemudian, dia mendapati mentari dalam lingkaran cahayanya. Dia diam,
hanya diam termenung di sana. Tertegun memandangi indahnya pancaran cahaya yang
merasuk dalam jiwa, menerangi hatinya.
Sesampainya
di pusat sang surya, entah mengapa pengembaraannya terhenti. Mimpi yang dilihatnya telah menjadikan jiwa
dan raganya merasakan sebuah perjumpaan. Keindahan rasa perjumpaan itu
meluap-luap ibarat pancaran cahaya mentari yang mengenai tubuhnya yang tembus
cahaya. Cahaya yang terbiaskan dari prisma dan kemudian dipancarkan kembali
dalam aneka warna. Mimpi tanpa udara, karena hanya ada Khadijah Al-Kubra
disana, dalam mimpinya.
Khadijah
merasakan dingin yang menyelimuti jiwanya. Entah mengapa dia menggigil
seketika. Hal apakah yang membuatnya demikian? Mungkinkah karena gejolak di
hatinya? Gejolak karena ingin mencintai dan dicintai. Mungkin inilah yang namanya
dilema rasa.
Mim.
Sebuah kata kunci, rumus, sandi dan juga tanda tangan. Sebuah huruf yang seolah
tampak dalam setiap apa yang dilihatnya. Seolah seluruh bahasa di dunia
kehilangan kata-kata, membisu dan terpaku. Ya, “mim” adalah sebuah mata yang
kini telah menjadi matanya.
Saat
dia berucap “mim”, seolah-olah sekujur tubuhnya menjadi cair olehnya. Tertegun
dalam jiwa yang penuh ketundukan. Seakan-akan ruhnya terbang membubung hingga
ke angkasa. Tubuh Khadijah seolah membatu, menantikan kedatangannya. Khadijah
menunggu di balkon lantai atas rumahnya. Ia terus menatap ke kejauhan, berharap segera datang seseorang
yang telah lama dinantiakan.
Khadijah
tampak gugup. Dari mulutnya seolah-olah akan terucap sebuah huruf yang
mengawali sebuah kata, “mim”. Namun, tidak lama kemudian, dirinya kembali tersadar.
Ia segera berupaya berbenah diri sambil berkata, “Maisaroh..... maksudku..... Maisaroh.”
Ya,
bukankah nama seseorang yang sedang ia nanti-nantikan juga berawal dengan huruf
yang sama? “Aku sangat merindukan Maisaroh. Sudah lama aku tidak bisa tidur
dengan tenang tanpa ada dirinya.” Namun, benarkah seorang Maisaroh yang
dirindukannya?
Di
sisi lain, kafilah yang sebentar lagi akan sampai ke tanah Mekah pun merasakan
kegirangan yang tiada tara. Mereka semakin tidak sabar untuk segera memacu kuda
dan mempercepat langkah agar sesegera mungkin sampai di tanah Mekah.
Akhirnya,
para kafilah telah sampai. Di tengah-tengah penduduk yang bermandikan
kegembiraan, tiba-tiba muncul suatu kejadian yang tampak aneh. Seorang
penunggang kuda yang berada di barisan kedua memisahkan diri dari rombongan. Ia
terlihat memacu kudanya ke arah Timur, menuju kediaman Khadijah binti
Khuwaylid.
Dalam
seketika, Khadijah menjadi gugup. Hatinya berdebar-debar. Air matanya hendak
berlinang. Ia hanya memberikan isyarat sebagai bentuk ucapan terima kasih yang
setinggi-tingginya, sebagai ungkapan keinginannya untuk membalas semua
prestasinya dengan kebaikan yang sebesar-besarnya.
Di
hari yang penuh kegembiraan, tempat tinggal Khuwaylid yang sudah sangat tua itu
bersinar seperti cahaya lilin di malam hari. Obor dan lilin-lilin menghiasi
halaman sampai atap rumah. Tempat tinggal Khadijah layaknya sebuah istana
kristal.
Abu
Thalib dan Waraqah bin Naufal adalah dua
leluhur yang wajahnya bersinar penuh dengan kegembiraan. Hati mereka penuh
dengan kedamaian di hari pernikahan ini.
Anak yatim Mekah dengan
mutiara Mekah.
Laki-laki terpercaya
Mekah dengan wanita tersuci Mekah.
Pernikahan antara huruf
“Kha” dan huruf “mim”.
“Ya kaum Quraisy, jadilah saksi. Saya
adalah Waraqah bin Naufal. Dengan mahar 400 dinar, dua belas ukiyah
dan satu nashiyah emas, serta 20 unta muda, saya nikahkan Khadijah binti
Khuwaylid dengan Muhammad bin Abdullah.”
Melihat hal itu, kaum
Quraisy yang berada di luar rumah telah paham bahwa akad nikah telah
dilaksanakan.
Langit dan bumi.
Penghuni langit dan
penghuni bumi.
Semuanya mengucapkan
selamat atas hari yang luar biasa ini.
Bersama-sama merayakan
sebuah pernikahan yang indah.
Maha Suci Allah Dzat
yang telah menciptakan hamba-Nya berpasang-pasang.